Impian, terwujudnya sebuah kabupaten, di seputar
lembah Tambora, bukanlah keinginan yang bersifat mengada-ada, bagi segenap
masyarakat, di empat Kematan yang mengitari pesisir lereng gunung Tambora,
yakni Kecamatan Pekat dan Kilo, Kabupaten Dompu, serta Kecamatan Tambora dan
Sanggar, Kabupaten Bima. Sesungguhnya hal itu, sudah menjadi kebutuhan
signifikan untuk dipertimbangkan, oleh pihak Pemerintah Kabupaten Bima dan
Dompu. Mengingat keterisoliran, keterbelakangan dan ketermarginalkan yang
selama ini, mendera warga masyarakat, pada empat kecamatan tersebut, kian
membelenggu, menghimpit serta menistai, hak-hak anak bangsa, buat menikmati
kemerdekaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah hampir satu
abad, dikumandangkan. Tapi apalah arti, kata ‘merdeka’, sementara realita kian
menjerat mereka di sana !
Lantas itu salah siapa........... ???’ penulis
tidak menyalahkan siapa-siapa, jelasnya yang salah adalah kita semua, kita
semua lengah, padahal semua merasakan, betapa beratnya, menempuh perjalanan
dari ke empat kecamatan itu, menuju pusat kota kabupaten masing-masing, atau
sebaliknya dari pusat pemerintahan, menuju beberapa kecamatan terpencilkan itu,
hanya untuk memenuhi sebuah hajatan kecil saja, kita harus mengeluarkan energi
yang cukup signifikan, baik dalam bentuk material maupun spiritual. Kita juga
egois !, hanya karena sebuah pikiran picik dan kolot, agar ditengarai sebagai
daerah yang memiliki, lingkaran kekuasaan luas, memiliki keterpautan historis
masa silam, seperti keterkaitan sejarah, antara Kerajaan Sanggar dengan
Kesultanan Bima, atau Kerajaan Tambora dengan Kesultanan Dompu, maupun pola
pikir sempit lainnya yang memberatkan hati kita semua untuk berpisah, hanya
dalam wujud pemisahan garis teritorial kedaerahan, demi meraih sebuah kemajuan,
agar setara dengan masyarakat lain di negeri tercinta ini.
Padahal, bila disimak secara arif, jika di kawasan
lingkar Tambora itu, membentuk kabupaten sendiri, betapa banyak nilai positif
yang akan diraih, baik ditataran nasional, kedaerahan, khususnya buat
masyarakat Bima dan Dompu, lebih khusus lagi untuk masyarakat di empat
kecamatan itu. Sebab, bila kita tetap saja terlena dengan kondisi seperti
sekarang, maka jangan mimpi, masyarakat seputaran Tambora, akan keluar dari
belenggu keterpurukkan.
Mestinya sudah sejak dulu, kita telah memikirkan,
betapa pentingnya kelahiran kabupaten di lingkar Tambora. Tapi tidak ada
kata-kata terlambat. Sedari sekarang, penulis mengajak, semua komponen
masyarakat, baik di Kabupaten Bima maupun Dompu, utamanya masyarakat lingkar
Tambora, ‘mari kita memulai’, berandai-andai bahkan berbuat seminim mungkin,
menuju impian besar, yakni terbentuknya ‘Kabupaten Tambora’. Tanpa kita yang
memulai, lantas siapa lagi ?.
Penulis juga menyadari, bahwa untuk membentuk sebuah
kabupaten, tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan butuh perjuangan
panjang dan pengorbanan tidak sedikit. Mengingat untuk mewujudkan niat seperti
itu, harus melalui mekanisme atau prosedur persyaratan berliku-liku.
Namun karena didorong oleh beberapa hal krusial,
penulis coba mengetuk pintu hati para pembaca. Beberapa hal krusial dimaksud antara
lain:
Bidang Politik
Secara politis, terbentuknya Kabupaten Tambora,
sangat strategis karena akan mempengaruhi perkembangan sejumlah sektor lain.
Pasalnya, dengan terbentuknya kabupaten tersebut, beberapa hal rancu yang
selama ini, menjadi dilema, baik bagi masyarakat pada empat kecamatan itu,
maupun polemik antara Kabupaten Bima dan Dompu, secara otomatis akan
terselesaikan.
Katakan saja, polemik tentang pulau Satonda, atau
persoalan kerancuan tata letak beberapa kecamatan yang dipisahkan oleh gari
teritorial kabupaten lain dengan kota kabupaten masing-masing. misalnya
Kecamatan Tambora dan Sanggar, bila hendak memasuki Kabupaten induk (Bima), mau
tidak mau, harus melintasi daerah teritorial Dompu. Demikian juga sebaliknya
Kecamatan Kilo. Satu-satunya jalan menuju Kota induk (Dompu), harus melintasi
Desa Taloko Kabupaten Bima. Tentu saja dengan lahirnya kabupaten yang baru itu,
dilema tersebut, akan pupus dengan sendirinya. Sebab, pulau Satonda, tidak lagi
berada diantara Kabupaten Bima dan Dompu, melainkan sepenuhnya masuk kedalam
lingkaran teritorial Tambora. Begitu pula, tentang kerancuan tata letak,
beberapa kecamatan tadi, secara otomatis terpecahkan. Sebab, letak ke empat
kecamatan tersebut, menyatu dalam satu lingkaran teritorial yang tidak
terpisahkan oleh gari batas kabupaten lain. Dampak dari kerancuan tersebut,
sangat mempengaruhi, perkembangan sektor lain, khususnya, sektor ekonomi.
Bidang Ekonomi
Semasih wilayah pesisir Tambora, ingklut ke dalam
Kabupaten Bima dan Dompu, amatlah naif, dapat sejajar dengan kecamatan lain,
apalagi mau melampaui kemajuan daerah lain. Sebab, salah satu bakal kemajuan
sesuatu daerah, tergambar dari, baik buruknya sarana dan prasana penunjang,
misalnya sarana tranportasi, baik di laut, darat maupun udara, serta sarana
pendidikan. Tapi kini apa yang terjadi, sejumlah sarana/prasarana tersebut,
tidak mampu menunjang kemajuan perekonomian, kawasan itu, bahkan sangat tidak
layak pakai. Sebut saja sarana jalan, selaku satu-satunya harapan transportasi
masyarakat maupun pemerintah, kini kondisinya hancur total, yaris tak berfungsi
lagi. Bayangkan jalur jalan Dompu menuju Tambora yang panjangnya sekitar 100 Km
lebih, mestinya bisa di tempuh dengan kemdaraan bermotor dalam tempo 2 jam
lebih, nyatanya harus menghabiskan waktu sekitar 7 jam, baru bisa tembus
Kecamatan Tambora Bima. Demikian halnya dengan sarana jalan dari Kecamatan
Manggelewa menuju Kecamatan Kili, sangat memprihatinkan. Sementara angkutan
laut yang dulu pernah beroperasi dengan rute Labuhan Kayangan, Lombok Timur,
Badas Sumbawa, Labuhan Calabai Pekat, berujung di Pelabuhan Bima, kini sudah
berhenti total. Jangan dibilang lagi, soal perhubungan udara. ‘mimpi saja
belum’. Itu baru menyangkut, transportasi antara daerah. Bagaimana lagi dengan
kondisi transportasi, di lingkup beberapa kecamatan terisolir itu. sungguh
memprihatinkan. Lantas bagaimana bisa setara dengan daerah lain ?. Padahal,
potensi yang dimiliki, ke empat kecamatan itu, jauh lebih unggul, dibandingkan
dengan sejumlah kecamatan lain, di dua kabupaten tersebut.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuangguhnya, jumlah jiwa pada empat kecamatan
tersebut, berkisar sekitar 100 ribu jiwa. Namun apalah artinya, jumlah sebanyak
itu, tanpa didukung oleh pengetahuan serta wawasan yang memadai ?. sebab,
lemahnya perekonomian sesuatu bangsa, secara otomatis akan diikuti dengan
rendahnya SDM, masyarakat di negeri itu. Begitu pun sebaliknya, wawasan serta
pengetahuan terbatas, banyak mempengaruhi perekonomian di suatu wilayah. Dua
permasalahan ini, merupakan satu kesatuan yang terkungkung dalam sebuah
lingkaran setan. Tampaknya hal itu, masih membelit kehidupan sebahagian besar,
masyarakat seputar Tambora. ‘Mengapa itu terjadi ?’ jawabnya adalah, sebahagian
besar merupakan imbas dari, kerenggangan posisi pusat kota dengan beberapa
kecamatan terisolir tadi. Sebab dengan jangkauan yang begitu renggang, otomatis
akan mempengaruhi, perkembangan sarana/prasana pendidikan pada empat kecamatan
itu, kemudian mempengaruhi pula SDM masyarakat. ‘sekali tertinggal tetap
tertinggal’.
Potensi Kabupaten Tambora
Dapat dibayangkan, ketika kawasan terisolir itu,
lepas dari cengkraman kabupaten induk, hanya dalam tempo lima tahun saja, akan
mampu bersaing dengan beberapa daerah lain, bahkan lima tahun berikutnya, akan
mampu melampaui daerah induk. Sebab, hampir semua omset kebutuhan, tersedia di
lembah Tambora, tinggal dikelola dengan baik oleh tangan-tangan trampil.
Pariwisata
Berbicara soal pariwisata misalnya, ada pulau
Satonda yang menjadi idola para touris manca negara, ada pula taman wisata
puncak gunung Tambora yang cukup dikenal di dunia internasional, akibat
letusannya yang terdahsat sejagat. Masih banyak lagi tempat wisata menggiurkan
lainnya, bahkan nyaris sepanjang pantai yang mengitari lembah Tambora, layak
dijadikan areal pariwisata.
Sumber Daya Alam (SDA)
Kelautan: Hamparan laut, seputar Tambora, begitu
luas, bayangkan mulai dari ujung selatan teluk Saleh, bersambung ke utara,
hingga pesisir selatan laut Jawa. Kandungannya belum banyak dijamah oleh para
nelayan moderen, baru dikelola oleh nelayan tradisional, menggunakan alat
tangkap sederhana, itupun jumlahnya masih sangat terbatas. Belumlagi soal
habitat laut lainnya, seperti Kerang, rumput laut, dan lainnya. Cukup
menjanjikan.
Daratan: Bila diukur, luas hamparan lembah Tambora,
nyaris menyamai luas pulau Lombok. Begitu pula kandungannya, tergolong unik dan
bermacam-macam jenis serta ragamnya. Sebut saja tentang flora dan fauna.
Menurut beberapa ahli dibidang itu, nyaris semua flora dan fauna di muka bumi,
terdapat di gunung Tambora, katakan saja pohon Kalanggo atau Rajumas yang
tergolong langka adanya di Indonesia, ternyata cukup mewarnai seputar Tambora.
Begitu pula, lebah madu, Menjangan, serta sejumlah tumbuhan dan hewan tropis
lainnya, ada di Tambora, termasuk di bidang pertambangan, antara lain, Pasir
basi, batu Mangan, Emas, tersedia di daerah itu.
Belum lagi tentang hasil produksi masyarakat,
seperti, hasil pertanian, perkebunan, peternakan, Kehutanan serta Kelautan,
merupakan penghasil terbesar di NTB. Namun, apalah artinya, produk melimpah,
kekayaan alam berserakan, kalau tidak dibarengi dengan sarana dan prasarana
serta Sumber Daya Manusi (SDM) yang memadai, maka semua itu, tidak akan mampu
mendongkrak perekonomian masyarakat.
Kesimpulan
Penulis menyadari, sederet uraian di atas, tidaklah
cukup memberikan gambaran kepada semua orang, tentang arti pentingnya, dibentuk
Kabupaten Tambora, tapi setidak-tidaknya, tulisan sederhana ini, dapat mengetuk
pintu hati para pembaca, khususnya pemerintah di dua kabupaten terkait, lebih khusus
lagi kepada saudara-saudaraku Bangsa Lembah Tambora, semoga dengan ungkapan
picik ini, dapat membangkitkan semangat juang, guna bersama-sama bangkit,
mewujudkan sebuah impian ‘Membentuk Kabupaten Tambora’. Mengingat, sejumlah
persyaratan tentang, pembentukkan sebuah kabupaten, antara lain, luas wilayah,
jumlah jiwa, Sumber Daya Alam, sudah mencukupi, tinggal beberapa persyaratan
tambahan lain, seperti, Sumberdaya Manusia, serta kelengkapan infrahstrutur
atau persyaratan lain yang notabene dapat dilengkapi kemudian.
MS. Zakaria (Tokoh Masyarakat Tambora)
Sumber: Sumbawanews.com Thu, 08/18/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar