Oleh:
Riswardi, M.Pd (Ketua
Formabri Babel)
TANGGAL 26
Juni 2013 lalu masyarakat di Kabupaten Bangka telah menggunakan hak pilihnya
dalam Pemilukada Bangka 2013-2017. Berdasarkan pengumuman resmi KPU Kabupaten
Bangka, ditetapkanlah pasangan Tarmizi Saat dan Rustamsyah atau yang lebih
akrab disebut Tentram sebagai pemenang.
SEBUAH
kemenangan yang disikapi Tarmizi Saat dengan lafadz “Alhamdulillah” dan juga
“Innalillah”. Sebuah respons yang wajar dan bijaksana untuk sebuah kemenangan
dengan raihan plus minus 36% dari total suara yang mencoblos.
Tentu tak
elok apabila penulis yang nota bene adalah putra daerah kelahiran Desa Gunung
Muda Kecamatan Belinyu tidak memberikan catatan kritis atas agregat suksesi
politik di Kabupaten Bangka. Catatan pertama adalah masih tingginya angka
golput alias warga yang tidak menggunakan hak pilihnya. Ini suka atau tidak
suka mengindikasikan bahwa tingkat kepedulian warga masyarakat di Kabupaten
Bangka terhadap siapa yang harus mereka pimpin tampaknya masih demikian tinggi.
Dengan kata
lain, adagium-adagium tentang apatisme negatif terhadap para kontestan yang
bertarung masih dipandang masyarakat sebagai persaingan politik dalam perebutan
kekuasaan ketimbang kompetisi sehat dalam melahirkan pemimpin. Jangan-jangan
masyarakat kita masih senang dipimpin seorang penguasa ketimbang seorang
pemimpin?
Asumsi
stereotif lainnya adalah masih adanya pandangan masyarakat tentang kapasitas
dan kapabilitas kepala daerah dalam kaitannya dengan peningkatan derajat
kehidupan ekonomi mereka. Di beberapa kampung di Bangka, masih banyak warga
Bangka yang mengucapkan “Siape pun yang tepili, cemnilah nasib kami” (Baca:
Siapa pun Bupati/Wakil Bupati yang terpilih, masih seperti inilah nasib kami).
Paradoks negatif ini mungkin akan terus menggerusi spirit sukses kepala daerah
yang pada gilirannya akan terus mengecilkan kepercayaan (trust) publik terhadap
bupati sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam pelaksanaan pembangunan pada
konteks peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Catatan
kritis yang paling memprihatinkan adalah rendahnya persentase kemenangan. Sama
halnya seperti di Pangkalpinang yang tidak mencapai 30% dan di Bangka yang
hanya 36%, raihan tersebut menunjukkan bahwa tingkat elektabilitas calon kepala
daerah masih sangat rendah. Dalam hitungan matematika sederhana saja, bila
kandidat hanya mengantongi 36% suara yang memilihnya, berarti 64% suara pemilih
lainnya tidak mendukung karena mereka memilih pasangan kandidat lainnya.
Bagaimana
mungkin seorang kandidat dikatakan memiliki legitimasi yang kuat bila didukung
oleh kurang dari 50% suara rakyat? Karena itulah, lebih tepat dikatakan bahwa
ada kecenderungan pemilukada saat ini lebih pada proses politik untuk
menentukan pemenangan selisih suara ketimbang untuk menentukan pemimpin yang kuat
karena didukung oleh lebih separuh pemilih.
Tugas berat
kandidat pasangan bupati dan wakilnya adalah kembali meyakinkan seluruh warga
masyarakat bahwa mereka berdua adalah pelayan bagi seluruh rakyat dan bukan
hanya melayani warga yang telah memilihnya. Pasangan kandidat yang kalah dalam
perolehan suara juga perlu memberikan statetemen agar masyarakat yang memilih
mereka tetap mendukung pasangan kandidat yang memperoleh raihan suara
terbanyak.
Bangka
Utara di Era Tentram
Terlepas dari diskursus tentang catatan kritis
di atas, problema paling menarik dalam perspektif lokal khususnya bagi
masyarakat Kecamatan Belinyu dan Riau Silip adalah peluang pemekaran Bangka
Utara di era Tentram ini. Sebagaimana dalam tulisan terdahulu (Bapel Pos, 28
Mei 2013) penulis telah menyimpulkan betapa urgennya hasil Pemilukada Bangka
2013 ini bagi nasib Bangka Utara. Sebagai calon daerah otonom baru yang masuk
Grand Desain Pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bersama Kota
Sungailiat dan Kota Belitung, terpilihnya Pasangan Tentram tentu menjadi
semakin seru dan menarik. Hal ini tak terlepas dari kemunculan Rustamsyah yang
nota bene adalah putra daerah kelahiran Belinyu yang kini berstatus calon Wakil
Bupati Bangka Terpilih.
Dengan
posisi beliau sebagai Wakil Bupati Bangka nantinya, aspirasi masyarakat Belinyu
dan Riau Silip untuk membentuk daerah otonom baru yang sudah lama mereka
idam-idamkan tentu akan lebih “mudah” untuk dipenuhi. Apalagi, Rustamsyah
adalah politisi PDIP yang sudah 2 periode menjadi Anggota DPRD Kabupaten Bangka
yang tentu sudah sangat memahami apa dan bagaimana keinginan masyarakat Belinyu
dan Riau Silip.
Hasil rembuk
masyarakat Belinyu tanggal 23 Mei 2013 di Gedung Serba Guna Kecamatan Belinyu
yang dihadiri Rustamsyah dan Tarmizi Saat merekomendasikan perlu segera
dilakukannya pemekaran dusun untuk mempercepat pemekaran desa/kelurahan demi
mengakselerasi pemekaran kecamatan.
Dengan
dukungan Pemprov Babel atas pemekaran Bangka Utara, rasionalitas usul pemekaran
dusun, desa/kelurahan, dan kecamatan di Belinyu dan Riau Silip, serta
terpilihnya Tarmizi Saat – Rustamsyah sebagai Bupati Wakil Bupati Bangka
Terpilih 2013—2017, tentu langkah pemekaran Bangka Utara akan semakin “mudah”.
Akan tetapi,
persoalannya adalah dalam teknis pelaksanaan nanti akan berhadapan dengan
dinamika politik yang diprediksi akan berjalan alot. Hal ini karena dengan
seiring Pemekaran Kota Sungailiat tentu ibukota Kabupaten Bangka akan
dipindahkan sementara ke mana? Bila dipindahkan ke Belinyu, akankah masyarakat
Mendo Barat setuju? Bila dipindahkan ke Mendo Barat, akankah masyarakat Belinyu
setuju? Pada level inilah, kompromi tingkat tinggi antara sang Bupati sebagai
putra daerah Mendo Barat dan wakil bupati sebagai putra daerah Belinyu akan
kembali diuji.
Penulis
berkeyakinan apabila kepentingan masyarakat lebih didahulukan ketimbang
kepentingan sesaat yang bersifat politis, tentu hingar-bingar pemekaran Bangka
Utara tidak justru akan melahirkan kegaduhan baru. Sebagai penggiat pemekaran
Bangka Utara, penulis meyakini bahwa pemekaran Bangka Utara adalah harga mati.
Apakah yang terbentuk nantinya adalah Kota atau Kabupaten Baru tentu tidak
menjadi persoalan asalkan Belinyu dan Riau Silip menjadi semakin maju dan
masyarakatnya semakin sejahtera. Atau mungkin yang paling adil bagi seluruh
masyarakat di Kabupaten Bangka adalah pemekaran Kabupaten Bangka menjadi 3
daerah otonom baru, yakni Bangka Utara, Kota Sungailiat, dan Bangka Timur.
Selamat merenungkan!(**)
Sumber: http://www.harianbabelpos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar